Allah swt menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya swt dan menjadikan makhluk-Nya merupakan campuran antara daging dan ruh serta memberikan didalamnya beberapa karakateristik yang menjadikan keberlangsungannya dari satu keadaan ke keadaannya yang lain, yaitu senantiasa bergerak dan berpindah antara kegiatan dengan kemalasan, serius dengan main-main serta ketaatan dengan lawannya…
Allah memberikan taufik kepada orang yang didalam kegiatannya adalah ketaatan Allah, didalam kekuatan dan kelemahannya tetap teguh dari terjatuh kedalam apa-apa yang diharamkan Allah.
Diantara rahmat dan hikmah-Nya adalah menyediakan bagi manusia hal-hal yang mubah untuk melenyapkan berbagai pengaruh kejenuhan dan kebosanan setelah keseriusan dan aktivitas melalui hiburan dan permainan yang dibolehkan.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa permainan dan hiburan didalam lingkup yang dibenarkan menjadi sebuah kebutuhan jiwa… dan menjadi sebuah aksiomatis jika hal ini menjadi lebih digemari anak kecil daripada orang dewasa. Untuk itu islam dengan kekomprehensifannya tidaklah mengabaikan penataan hidup dari sisi yang penting ini, bahkan saling meninggikan ketika ia dijadikan sebagai pendukung yang membantu menunaikan berbagai kewajiban.
Didalam as Sunnah banyak sekali penjelasan yang menunjukkan hal itu serta menganjurkannya, diantaranya : sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
"Tidak ada perlombaan kecuali dalam hewan yang bertapak kaki, yang berkuku serta memanah." (HR. Ahmad, at Tirmidzi, Abu Daud dan an Nasai yang dishahihkan oleh Ibnu al Qathan dan Ibnu ad Daqiq).
Peniadaan di sini adalah untuk menjelaskan “yang paling utama” dan “yang paling sempurna” bukan berarti bahwa bentuk-bentuk perlombaan selainnya tidak diperbolehkan seperti perlombaan berjalan kaki. “Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan perlombaan (berjalan) dengan istrinya, Aisyah radhiyallahu ‘anha” (HR. Bukhari)
Riwayat lainnya adalah bahwa “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri menyaksikan orang-orang Habasyah memainkan tombak.” (HR. Bukhari). Begitu juga “Nyanyian budak wanita pada hari raya dihadapannya saw.” (HR. Bukhari). Itu semua menunjukkan perhatian Pembuat syariat kepada kebutuhan jiwa ini dan bagaimana ia berfungsi untuk membantu berbagai tujuan-tujuan syar’i, seperti : kebugaran tubuh, latihan alat-alat perang dan tempur.
Dan bukan berarti berbagai hiburan dan permainan selainnya tidak diperbolehkan namun justru dibalik itu adalah bahwa dengan aspek ini seorang muslim akan terangkat dalam kehidupannya yaitu menjadikannya ingat dan membantunya didalam ketaatan kepada Allah swt dan ia juga bisa mewarnai kehidupan seorang muslim secara umum dalam rangka beribadah kepada Allah Robbul ‘alamin.
Adapun hiburan dengan permainan (game) di internet maka kami tidaklah mengharamkannya apabila ia terikat dengan rambu-rambu syar’i, dimana tidak terdapat didalamnya hal-hal yang diharamkan serta tidak menyibukkannya dari kewajibannya maka ia dibolehkan. Akan tetapi tujuan Pembuat syariat tidak bisa diteguhkan ketika terjadi kecanduan pada permainan dan kekhawatiran—khususnya—terhadap anak-anak yang memasuki dunia internet akan terpengaruh pribadinya dengan berbagai kerusakan akhlak, kesehatan, kecanduan menonton yang bisa membuatnya melanggar berbagai kewajiban dan berbagai kemudharatan lainnya yang tidak tersembunyi dari seorang pun. (Markaz a Fatwa No. 8089)
Wallahu A’lam
sumber
Allah memberikan taufik kepada orang yang didalam kegiatannya adalah ketaatan Allah, didalam kekuatan dan kelemahannya tetap teguh dari terjatuh kedalam apa-apa yang diharamkan Allah.
Diantara rahmat dan hikmah-Nya adalah menyediakan bagi manusia hal-hal yang mubah untuk melenyapkan berbagai pengaruh kejenuhan dan kebosanan setelah keseriusan dan aktivitas melalui hiburan dan permainan yang dibolehkan.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa permainan dan hiburan didalam lingkup yang dibenarkan menjadi sebuah kebutuhan jiwa… dan menjadi sebuah aksiomatis jika hal ini menjadi lebih digemari anak kecil daripada orang dewasa. Untuk itu islam dengan kekomprehensifannya tidaklah mengabaikan penataan hidup dari sisi yang penting ini, bahkan saling meninggikan ketika ia dijadikan sebagai pendukung yang membantu menunaikan berbagai kewajiban.
Didalam as Sunnah banyak sekali penjelasan yang menunjukkan hal itu serta menganjurkannya, diantaranya : sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
"Tidak ada perlombaan kecuali dalam hewan yang bertapak kaki, yang berkuku serta memanah." (HR. Ahmad, at Tirmidzi, Abu Daud dan an Nasai yang dishahihkan oleh Ibnu al Qathan dan Ibnu ad Daqiq).
Peniadaan di sini adalah untuk menjelaskan “yang paling utama” dan “yang paling sempurna” bukan berarti bahwa bentuk-bentuk perlombaan selainnya tidak diperbolehkan seperti perlombaan berjalan kaki. “Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan perlombaan (berjalan) dengan istrinya, Aisyah radhiyallahu ‘anha” (HR. Bukhari)
Riwayat lainnya adalah bahwa “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri menyaksikan orang-orang Habasyah memainkan tombak.” (HR. Bukhari). Begitu juga “Nyanyian budak wanita pada hari raya dihadapannya saw.” (HR. Bukhari). Itu semua menunjukkan perhatian Pembuat syariat kepada kebutuhan jiwa ini dan bagaimana ia berfungsi untuk membantu berbagai tujuan-tujuan syar’i, seperti : kebugaran tubuh, latihan alat-alat perang dan tempur.
Dan bukan berarti berbagai hiburan dan permainan selainnya tidak diperbolehkan namun justru dibalik itu adalah bahwa dengan aspek ini seorang muslim akan terangkat dalam kehidupannya yaitu menjadikannya ingat dan membantunya didalam ketaatan kepada Allah swt dan ia juga bisa mewarnai kehidupan seorang muslim secara umum dalam rangka beribadah kepada Allah Robbul ‘alamin.
Adapun hiburan dengan permainan (game) di internet maka kami tidaklah mengharamkannya apabila ia terikat dengan rambu-rambu syar’i, dimana tidak terdapat didalamnya hal-hal yang diharamkan serta tidak menyibukkannya dari kewajibannya maka ia dibolehkan. Akan tetapi tujuan Pembuat syariat tidak bisa diteguhkan ketika terjadi kecanduan pada permainan dan kekhawatiran—khususnya—terhadap anak-anak yang memasuki dunia internet akan terpengaruh pribadinya dengan berbagai kerusakan akhlak, kesehatan, kecanduan menonton yang bisa membuatnya melanggar berbagai kewajiban dan berbagai kemudharatan lainnya yang tidak tersembunyi dari seorang pun. (Markaz a Fatwa No. 8089)
Wallahu A’lam
sumber
copy yaa
BalasHapus